1. Keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan terpenting. Dikatakan pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Dikatakan terpenting karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah dalam keluarga. Sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga (Indrakusuma, 1973:109).
Hartoto (2008) mendefinisikan keluarga sebagai berikut:
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh adn berkembang dengan baik.
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan sedarah. Keluarga dapat berbentuk keluarga inti (nucleus family: ayah, ibu dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek/nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain).
Tugas utama keluarga bagi pendidikan anak adalah meletakkan dasar-dasar pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orangtuanya dan anggota keluarga yang lain. Faktor-faktor dalam keluarga yang mempengaruhi tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahannya, dan sebagainya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya.
Perkembangan kebutuhan dan aspirasi individu maupun masyarakat, menyebabkan peran keluarga tehadap pendidikan anak-anaknya juga mengalami perubahan. Dengan meningkatnya kebutuhan dan aspirasi anak, maka keluarga pada umunya tidak mampu memenuhinya. Oleh karena itu, sebagian dari tujuan pendidikan itu akan dicapai melalui jalur pendidikan formal ataupun nonformal (kursus, kelompok belajar, dan sebagainya).
Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang UU SISDIKNAS Pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Dari penjelasan tersebut dapat di ketahui bahwa orang tua atau keluarga sangat berperan untuk mendidik anak dalam hal agama, budaya, dan moral. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang sempurna sifat dan wujudnya untuk melangsungkan pendidikan ke arah pembentukan pribadi yang utuh, tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi para remaja.
Maraknya seorang ayah dan ibu (khususnya) yang bekerja di luar rumah mengharuskan mereka berada di luar rumah dalam beberapa jam hampir setiap hari kerja. Peran pemeliharaan fisik mungkin dapat dilakukan oleh orang lain, namun peran edukatif dari ibu sukar disubtitusi oleh orang lain, utamanya pembantu rumah tangga. Kecenderungan lain adalah berkembangnya lembaga pendidikan prasekolah pada jalur luar sekolah seperti kelompok bermain dan penitipan anak.
Di masa depan, peran pembantu rumah tangga dalam pendidikan keluarga maupun fungsi edukatif dari kelompok bermain dan penitipan anak perlu mendapat perhatian, agar dapat diyakinkan kontribusinya dalam mewujudkan sumber daya manusia yang bermutu. Keluarga juga seharusnya mendukung program-program lingkungan pendidikan lainnya (kelompok bermain, penitipan anak, sekolah, kursus/kelompok belajar, organisasi pemuda, dan lain sebagainya).
Keikutsertaan keluarga itu dapat pada tahap perencanaan, pemantauan dalam pelaksanaan, maupun dalam evaluasi dan pengembangan, dan dengan berbagai cara (daya, dana, dan sebagainya). Tidak kalah pentingnya dalam upaya koordinasi dan keserasian antar ketiga pusat pendidikan itu. Oleh karena itu, untuk memperbaiki keadaan masyarakat seperti itu perlu adanya perbaikan dalam pendidikan keluarga.
2. Sekolah.
Di antara tiga pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Tidak semua tugas mendidik dapat dilaksanakan oleh orangtua dalam keluarga terutama dalam hal ilmu pengetahuan. Keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap IPTEK. Semakin maju masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakatnya itu.
Sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia di masa depan. Sekolah yang demikianlah yang diharapkan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal, yakni mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
Sekolah sebagai pusat pendidikan adalah sekolah yang mencerminkan masyarakat maju karena pemanfaatan secara optimal ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tetap berpijak pada ciri keindonesiaan. Dengan demikian, pendidikan di sekolah seharusnya secara seimbang dan serasi menjamah aspek pembudayaan, pengusaan pengetahuan, dan pemilikan keterampilan peserta didik. Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah, antara lain:
a. Pengajaran yang Mendidik. Pengajaran ini secara serentak memberi peluang pencapaian tujuan instruksional bidang studi dan tujuan-tujuan umum pendidikan lainnya. Mendidik tidak cukup hanya dengan memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan saja namun pendidik juga menanamkan kepada anak nilai-nilai dan norma-norma susila yang tinggi dan luhur. Hal itu dapat terlaksana dengan efisien dan efektif apabila pendidik mempunyai wawasan kependidikan yang mantap serta menguasai berbagai strategi belajar mengajar.
Dalam upaya mewujudkan pengajaran yang mendidik, perlu pula dikemukakan bahwa setiap keputusan dan tindakan guru dalam rangka kegiatan belajar mengajar akan membawa berbagi dampak atau efek kepada siswa, baik efek instruksional (instructional effect) yang merupakan efek langsung dari bahan ajaran yang menjadi isi pesan dari belajar mengajar, maupun efek pengiring (nuturant effect) yang merupakan efek tidak langsung dari bahan ajaran dan atau pengalaman belajar yang dihayati oleh siswa sebagai akibat dari strategi belajar mengajar yang menjadi landasan dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Baik efek instruksional maupun efek pengiring merupakan hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan belajar mengajar, yang harus mendapat perhatian yang seimbang oleh setiap guru dalam perancangan dan pelaksanaan program belajar mengajar (Sulo Lipu La Sulo, 1990: 55-54 dalam Tirtarahardja, 2005:175).
Dengan demikian, pemilihan kegiatan belajar mengajar yang tepat, baik ditinjau dari efek instruksional maupun efek pengiring, akan memberikan pengalaman belajar siswa yang efisien dan efektif untuk mewujudkan pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.
b. Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan (BP) di sekolah, agar program edukatif ini tidak hanya menjadi komplemen yang setara dengan program pengajaran serta program-program lainnya di sekolah. Seperti diketahui, bidang garapan BP adalah perkembangan pribadi peserta didik, khususnya aspek sikap dan perilaku atau kawasan efektif. Pengembangan kepribadian ke arah penyadaran jati diri sebagai manusia Indonesia merupakan sisi lain dari tujuan pendidikan, di samping penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan afektif dapat diawali dengan kajian tentang nilai dan sikap yang seharusnya dikejar lebih jauh dalam perwujudannya melalui perilaku sehari-hari, khusunya selama berada di sekolah. Sekolah seharusnya dikembangkan menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan yang mencerminkan suatu masyarakat Pancasilais.
c. Pengembangan perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat sumber belajar (PSB), yang mengelola bukan hanya bahan pustaka tetapi juga sumber belajar lainnya, baik sumber belajar yang dirancang maupun yang dimanfaatkan. Dengan kedudukan sebagai PSB diharapkan perannya akan lebih aktif dalam mendukung program pengajaran, bahkan dapat berperan sebagai “mitra kelas” dalam upaya menjawab tantangan perkembangan iptek yang semakin cepat. Pengembangan PSB itu dapat dilakukan secara bertahap sehingga pada akhirnya dapat berperan ganda yakni sebagai “mitra kelas” dalam proses belajar mengajar dan tempat pengkajian berbagai pengembangan sistem instruksional. Suatu PSB yang memadai akan dapat mendorong siswa dan warga sekolah lainnya untuk belajar mandiri.
d. Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah, khususnya yang terkait dengan peserta didik, pengelolaan sekolah sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan seharusnya merupakan refleksi dari suatu masyarakat Pancasilais sebagaimana yang dicita-citakan dalam tujuan nasional. Iklim kehidupan di sekolah mencerminkan kehidupan masyarakat yang dicita-citakan yakni masyarakat demokratis yang dinamis dan terbuka.
Demikianlah beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan.
3. Masyarakat.
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yakni:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan maupun yang tidak dilembagakan.
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utility).
Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang tersedia di dalamnya. Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar, antara lain: kelompok sebaya, organisasi kepemudaan, organisai keagamaan, organisasi politik, media massa, dan sebagainya. Lembaga atau kelompok sosial tersebut pada umumnya memberikan kontribusi bukan hanya dalam proses sosialisasi, tetapi juga dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggotanya.
Setelah keluarga, kelompok sebaya mungkin paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian, terutama pada saat anak berusaha melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan orang tua. Pada masa peralihan ini sering terjadi konflik antara orang tua dan anak. Yang dimaksud kelompok sebaya (peers group) adalah suatu kelompok yang terdiri orang-orang yang bersamaan usianya, antara lain: kelompok bermain pada masa kanak-kanak, kelompok monoseksual yang hanya beranggotakan anak-anak sejenis kelamin, atau gang yaitu kelompok anak-anak nakal. Dampak edukatif dari keanggotaan kelompok sebaya itu antara lain karena interaksi sosial yang intensif dan dapat terjadi setiap waktu, dan dengan melalui peniruan (model) serta mekanisme penerimaan/penolakan kelompok. Terdapat beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya (Wayan Ardhana, 1968: Modul 5/19 dalam Tirtarahardja, 2005:181) antara lain:
a) Mengajar berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain.
b) Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas.
c) Menguatkan sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa.
d) Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari penguasaan kekuasaan otoritas.
e) Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip permasaan hak.
f) Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara memuaskan (pengetahuan mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu, dan lain-lain).
g) Memperluaskan cakrawala pengalaman anak, sehingga ia orang yang lebih kompleks.
Organisasi kepemudaan pada umumnya mempunyai prinsip dasar yang sama yakni menyalurkan hasrat kelompok pemuda kepada hal-hal yang berguna. Organisasi ini mempunyai berbagai jenis latar belakang yang berbeda, seperti sosial-edukatif (OSIS, PMR, Pramuka, dan sebagainya), sosial keagamaan, sosial-politik dan lain sebagainya. Disamping penambahan pengetahuan dan keterampilan, organisasi kepemudaan tersebut terutama sangat bermanfaat dalam membantu proses sosialisasi serta mengembangkan aspek afektif dari kepribadian (kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian).
Peranan organisasi keagamaan pada umumnya sangat penting karena berkaitan dengan keyakinan agama. Organisasi ini menyediakan pendidikan bagi anak-anaknya, yakni:
a) Mengajarkan keyakinan serta praktek-praktek keagamaan dengan cara memberikan pengalaman-pengalaman yakng menyenangkan bagi mereka.
b) Mengajarkan kepada mereka tingkah laku dan prinsip-prinsip moral yang sesuai dengan keyakinan-keyakinan agamanya.
c) Memberikan model-model perkembangan bagi watak.
Post a Comment
Post a Comment
BerKomentarlah dengan Cerdas Sesuai Tema yang dibahas, karena Pintar saja Tidak Cukup.